FKY Rembug
FKY Rembug merupakan rangkaian diskusi seminar tematik, hingga musyawarah yang menyoroti tema besar FKY 2025: Adoh Ratu, Cedhak Watu. Program ini menjadi ruang bertukar gagasan, pengalaman, dan refleksi atas berbagai praktik budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Tahun ini, Rembug FKY menyajikan tiga program utama: Wicara, Siniar, dan Musyawarah Adoh Ratu, Cedhak Watu.
WICARA FKY
Wicara FKY merupakan program seminar dan diskusi yang membuka ruang dialog kritis seputar tema Adoh Ratu, Cedhak Watu. Program ini menghadirkan para pakar, seniman, dan pelaku budaya untuk membicarakan beragam topik seperti pengetahuan lokal, praktik kolektif seni, tradisi rasulan, ketahanan agraria, mitos dan sejarah “wahyu”, serta catatan pengalaman seniman dalam residensi FKY 2025. Melalui perbincangan yang hangat namun bernas, Wicara FKY mengajak publik menimbang kembali nilai-nilai adat, relasi sosial, dan praktik budaya masyarakat Gunungkidul dalam menghadapi perubahan zaman.
Program wicara “Yogyakarta and Cultural Practice: Rethinking Indigenous Knowledge Today” menghadirkan ruang dialog kritis mengenai perjumpaan pengetahuan lokal dengan tantangan modernitas. Wicara ini menelusuri praktik budaya Yogyakarta sebagai warisan hidup yang terus bertransformasi, bukan sekadar peninggalan masa lalu. Para narasumber akan mengurai bagaimana kearifan lokal dapat ditafsir ulang untuk menjawab persoalan sosial, ekologis, dan kultural masa kini. Dengan demikian, wicara ini menjadi ajang refleksi kolektif untuk menimbang kembali posisi pengetahuan asli dalam membangun arah kebudayaan kontemporer.
Narasumber:
Kulas Umo
(Respected ritual practitioner (sikawasay), community representative, and cultural researcher from Fata’an, Taiwan)
Kulas Umo is a respected ritual practitioner (sikawasay), community representative, and cultural researcher from Fata’an, Taiwan. Deeply rooted in his indigenous heritage, he plays a vital role in preserving and transmitting traditional knowledge and spiritual practices. His work bridges ancestral wisdom with contemporary cultural studies, fostering dialogue between indigenous communities and wider academic or artistic platforms.
Panay Mulu
(Director General of the Department of Indigenous Affairs, Taoyuan City Government)
Panay Mulu is an indigenous Pangcah scholar, ethnomusicologist, and cultural practitioner from Taiwan. Formerly an associate professor at National Dong Hwa University, she has researched indigenous music, ritual, and performance for over two decades. Deeply involved with the Sikawasay Pangcah spiritual community, she bridges academic inquiry with lived cultural practice. In 2025, she became Director of the Taoyuan City Indigenous Affairs Bureau.
Dr. Phil. Sita Hidayah, S.Ant., M.A.
(lecturer and researcher in the Department of Anthropology, Faculty of Cultural Sciences, Gadjah Mada University (UGM)
Dr. Phil. Sita Hidayah is a lecturer and researcher in the Department of Anthropology, Faculty of Cultural Sciences, Gadjah Mada University (UGM). She completed her doctoral degree (Dr. Phil.) in Anthropology and is actively conducting research in the fields of cultural anthropology, ethnography, and normative pluralism in Asia.
Moderator
Syafiatudina
Kunci Study Forum and Collective
Program wicara “Colabs-Collective: Tracing Relational Practice in Gunungkidul” menghadirkan refleksi atas perjalanan para seniman residensi kolektif yang dikirim ke Gunungkidul untuk menelusuri lanskap sosial dan kulturalnya. Dari interaksi dengan masyarakat, mereka menemukan kedalaman makna yang lahir dari keseharian, relasi, dan praktik hidup setempat. Proses ini dipahami bukan sekadar eksplorasi artistik, melainkan sebagai metode untuk membaca dan menafsirkan kembali ruang budaya Gunungkidul. Dengan demikian, wicara ini membuka pemahaman bahwa praktik kolektif dapat menjadi jembatan antara seni, pengetahuan lokal, dan cara hidup komunitas.
Narasumber:
(Director/ Performance Artist)
Enji Sekar is a transdisciplinary performance artist and director based in Indonesia. She explores the intersections of movement, ritual, ecology, and mythology through contemporary and collaborative performance works. Enji is known for blending performative storytelling with experimental art practices that bridge traditional Indonesian elements and modern aesthetics.
Esty Wika Silva
(Bakudapan Food Study Group, Yogyakarta)
Esty Wika Silvia (sometimes written as Esty Wika Silva) is a member of the Bakudapan Food Study Group, a Yogyakarta-based research collective that focuses on food studies from social, political, economic, and artistic perspectives. As a member of Bakudapan, Esty is involved in various research and art projects that explore the relationship between food, local knowledge, and power structures.
Florence Lam
(Per.Platform, Hong Kong)
(b.1992, Vancouver, Canada) is a Hong Kong-based artist, curator, and educator focusing mainly on performance art. Lam works with wonder, animistic and magical thinking, with improvisation as thought process, to fuse together current moral issues with child-like worldviews through performance, poetry, and film.
She obtained her MA Fine Art from Iceland Academy of the Arts (2017) and BA Fine Art from Central Saint Martins (2014). She is the co-founder of Per.Platform, an independent Hong Kong-based live art platform founded in 2021, and has curated performance festivals collaborating with various organizations such as Tai Kwun Contemporary, Videotage, Current Plans, Tomorrow Maybe, UNSCHEDULED Art Fair, and Random Trigger (Taipei).
Her curatorial practice aims to create and nurture free and safe artistic spaces for marginalized voices, fostering genuine connections and inspiration in festival-making. As an artist, Lam has performed across Asia and Europe, including M+, Tai Kwun Contemporary, Para Site, and MACRO Testattio Art Museum, and has worked as a re-performer for The Cleaner retrospective by Marina Abramović at Bundeskunsthalle, Bonn (2018).
(Sanggar Oyot Ringin, Gunungkidul)
Jevi Adhi Nugraha is a freelance writer and Gunungkidul resident interested in social issues, local wisdom, and peripheral sectors. His debut book, Menanam Hantu di Bukit Batu, broadly discusses environmental themes, informal blocs, and local knowledge. His writings can be found in Mojok.co, Kumparan.com, and Sudut Kantin Project.
He is one of the initiators of Sanggar Oyod Ringin (ORI), a space for alternative education, art, and culture in Gunungkidul. Through film, theater, and music, he seeks to present grounded social criticism and local wisdom rooted in human life.
(Random Trigger, Taiwan)
Joyu Hsu holds a Master’s degree from Goldsmiths, University of London, specializing in political art theory. She is a multidisciplinary artist and researcher working as a film and non-traditional theater director, curator, and ethnographic field study leader. Over the past three years, she has received multiple grants from Taiwan’s Ministry of Culture and was selected as an Asian Cultural Council Fellowship Artist (2024).
Her interdisciplinary research and artistic projects focus on shamanic rituals, mythology, cosmology, medicinal plants, and the intersection of art and politics, with fieldwork across Mexico, Peru, and Mongolia. Hsu received an honorary medal from the Mexican Cultural Bureau (2022) and was bestowed the ancestral name Kating Hongay by Pangcah (Amis) shamans in Taiwan, marking her deeper exploration of Austronesian animistic traditions.
Her art—through film, theater, installation, and text—interrogates colonial conceptions of animism, reimagining rituals and myths as living cultural heritage and critical acts of resistance.
Moderator
(Director of FKY 2025)
Program wicara “Tradisi Rasulan dalam Kasunyatan” menghadirkan ruang kritis untuk membaca ulang rasulan, bukan sekadar merayakan nilai-nilai baiknya. Acara ini berusaha mengulik bagaimana kenyataan tradisi dan perayaan rasulan berlangsung hari ini, di tengah perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Para narasumber akan menimbang dinamika antara makna ideal rasulan dengan praktik aktual yang kerap mengalami pergeseran. Dengan demikian, wicara ini membuka percakapan reflektif tentang posisi rasulan dalam kehidupan masyarakat masa kini: masihkah ia menjadi laku budaya, ataukah sekadar seremoni yang tereduksi?
Narasumber:
Anton Prasetyo
(Ketua LTN NU Gunungkidul dan Pimred nugeka.com)
Anton Prasetyo adalah Ketua Lembaga Ta'lif wa Nasr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Kabupaten Gunungkidul, sebuah lembaga di bawah naungan NU yang berfokus pada pengembangan literasi, publikasi, dan dakwah digital. Selain menjabat sebagai ketua LTN NU Gunungkidul, ia juga dikenal sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) media NU Geka (nugeka.com) — portal berita resmi yang mengangkat isu-isu keislaman, sosial, dan kegiatan ke-NU-an di wilayah Gunungkidul.
Wahyu Widayat
(Aktivis NGO IMAJI & Pemerhati Budaya Gunungkidul)
Wahyu Widayat dikenal sebagai aktivis NGO IMAJI (Institut Media dan Jurnalisme Indonesia) sekaligus pemerhati budaya Gunungkidul. Ia aktif dalam berbagai kegiatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan yang berfokus pada pelestarian nilai-nilai lokal masyarakat Gunungkidul. Melalui IMAJI, Wahyu berperan dalam mendorong partisipasi masyarakat desa, terutama dalam bidang kebudayaan dan media komunitas.
Moderator
(Mahasiswi S1 Antropologi Budaya UGM)
Program wicara “Bagaimana Kita Memetakan Ketahanan Agraria di Gunungkidul?” mengajak publik menelaah kondisi agraria sebagai fondasi penting kehidupan masyarakat pedesaan. Diskusi ini menyoroti bagaimana praktik bertani, pengelolaan lahan, serta relasi manusia dengan alam menghadapi tantangan modernitas, perubahan iklim, dan tekanan ekonomi. Para narasumber akan memetakan strategi lokal maupun kemungkinan baru dalam menjaga keberlanjutan pangan dan ruang hidup. Dengan demikian, wicara ini menjadi ruang refleksi kolektif untuk memahami ketahanan agraria bukan hanya sebagai isu pertanian, tetapi juga sebagai persoalan sosial, kultural, dan ekologis.
Narasumber:
Andreas Budi Widyanta
(Pengajar Sosiologi UGM, Peneliti Ahli Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM)
Andreas Budi Widyanta adalah pengajar sosiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus peneliti ahli di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM.
(Lurah Karangasem, Paliyan dan Penggiat Ekologi)
Wage Daksinarga adalah seorang lurah dan pegiat ekologi di Gunungkidul yang aktif mendorong kesadaran lingkungan dan pengelolaan sumber daya berbasis komunitas.
Moderator:
Adhi Pandoyo
(Koordinator Riset dan Programmer FKY Rembug)
FKY 2025 mengangkat tema Adoh Ratu Cedhak Watu, sebuah adagium yang lazim dan karin di Gunungkidul. Tetapi, jika menilik sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam, Gunungkidul justru menjadi situs penting bagi turunnya "Wahyu Mataram" yang konon berada di Kembang Lampir. Cerita sejarah yang sudah jadi mitos legenda ini menarik untuk dibicarakan. Lebih-lebih Gunungkidul memiliki banyak situs seperti bukit, batu, sungai, yang berkait-tarik dengan turunnya wahyu-wahyu kekuasaan terutama di Jawa. Apakah hal itu memang benar adanya atau isapan jempol belaka? Dan hal ini juga menarik jika dikaitkan dengan situasi geo-sosial-politik dewasa ini. Batu, menjadi satu kata kunci yang seakan tak bisa dilepaskan dengan Gunungkidul. Kita akan bicarakan hal ini dari perspektif sastra: mitos legenda dan sejarah, khusunya dari apa yang tersurat di serat babad versi istana dan sastra lisan yang berkembang di masyarakat.
Narasumber:
(Pegiat Desa di Gunungkidul, Koordinator Sedusun Laboratorium Sedusun)
Kris Mheilda Setiawati, yang akrab disapa Ida, adalah seorang pemudi asal Gunungkidul yang tertarik pada isu-isu lingkungan, pangan lokal, dan kearifan lokal. Ia merupakan inisiator Laboratorium Sedusun, sebuah ruang eksplorasi pengetahuan dan potensi dusun yang diimplementasikan menjadi berbagai produk lestari, seperti Tur De Ngalas, Festival Bedhidhing, Giat by Sedusun, dan buku Among Boga.
Sigit Nurwanto
(Dalang, Seniman dan Abdi Dalam Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat)
Sigit Nurwanto adalah seorang dalang, seniman, sekaligus abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang aktif menjaga dan mengembangkan tradisi pedalangan serta seni pertunjukan Jawa.
Moderator
(Konsultan Riset dan Programmer Sastra FKY)
Dalam penyelenggaraan FKY 2025 ini, Gunungkidul tidak hanya sebagai ruang terpilih sebagai venue: wilayah ini merajut ketidaktahuan hingga menghadirkan gerak mencari, bertamu, dan mengenal. Berangkat dari tradisi bertamu, Tradisi bertamu dalam budaya Jawa tidak sekadar kunjungan fisik, tetapi sebuah tata krama, adab, dan penghormatan kepada tuan rumah. Di dalamnya ada ruang untuk dialog, berbagi kisah, dan merawat hubungan sosial.
Dalam gelagat untuk mengenal dan merawat, pameran ini mendudukkan Gunungkidul sebagai ruang pertemuan dan ruang sosial. Dalam penyelenggaraan pameran, seniman menjangkarkan kehidupan sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat sebagai proses, praktik dan membuka ruang pengalaman kolektif. Selama 7 hari hunian, para seniman akan berdiam di lokus-lokus tertentu—ruang ekologis, sosial, maupun kultural—untuk mengalami, mendengarkan, dan menajamkan ulang kisah, fenomena, serta sejarah yang melekat di sana.
Setiap lokus ditautkan dengan topik wacana tertentu yang relevan dengan isu-isu setempat: tanah dan hutan adat, tambang dan pariwisata, hingga kisah lokal yang masih hidup dan dihidupi. Wacana ini kemudian menjadi medan eksplorasi, tempat masing-masing seniman merespons dengan spekulasi pendekatan artistiknya
Narasumber
(Kolektif Seni Matrahita, Penggiat Upcycle Tekstil, Yogyakarta)
Matrahita adalah kolektif seni berbasis di Yogyakarta yang berfokus pada praktik upcycle dengan medium sampah tekstil. Terinspirasi dari falsafah Jawa “Ageman”—yang berarti “pakaian” namun juga dapat dimaknai sebagai “pegangan” atau “harga diri”—Matrahita menghadirkan eksplorasi artistik yang merefleksikan nilai keberlanjutan, identitas, dan relasi antara manusia dengan material kesehariannya.
(Sanggar Pendidikan Alternatif, Gunungkidul)
Sanggar Lumbung Kawruh, didirikan pada tahun 2012 oleh Ribut Subronto bersama rekan-rekannya di sisi tenggara Gunungkidul, berfungsi sebagai wadah pendidikan alternatif dan ruang berbagi ilmu. Sanggar ini membuka kesempatan belajar bagi siapa pun yang ingin mengembangkan pengetahuan, berangkat dari keyakinan bahwa pendidikan dapat tumbuh dari komunitas dan pengalaman hidup sehari-hari.
(Kolektif Seni, Edukasi dan Youth Culture, Yogyakarta)
SURVIVE! Garage, berdiri sejak tahun 2009, merupakan ruang alternatif komunitas sekaligus bengkel seni di Yogyakarta. Ruang ini bekerja lintas disiplin dengan berbagai seniman dan komunitas di Indonesia, serta mendukung seniman muda independen dengan menyediakan tempat untuk pameran, pertunjukan, dan lokakarya.
Ignasius Kendal
(Konsultan Budaya, Antropolog, Peneliti Etnografi)
Ignatius Kendal adalah konsultan budaya berbasis di Yogyakarta dengan keahlian di bidang antropologi sosial, etnografi, dan studi budaya lokal. Sebagai konsultan UNESCO Indonesia, ia berkontribusi dalam berbagai proyek pelestarian warisan budaya dan pengembangan kebijakan yang mengaitkan tradisi lokal dengan kehidupan masyarakat kontemporer.
Moderator
Juwita Wardah
(Staff Program Seni Rupa FKY)
SINIAR FKY
Siniar FKY merupakan program talk show dalam bentuk podcast yang menghadirkan berbagai narasumber dari Gunungkidul untuk berbagi pandangan tentang kehidupan, tradisi, dan kreativitas masyarakat setempat. Mengusung tema Adoh Ratu, Cedhak Watu, siniar ini membahas beragam topik mulai dari kesenian jathilan, budaya anak muda, hingga kisah kuliner dan peternakan lokal. Disajikan dalam format obrolan santai di panggung utama FKY, program ini mengajak publik untuk mendengarkan cerita-cerita yang hidup dari akar budaya Gunungkidul. Siaran Siniar FKY juga dapat disimak melalui kanal YouTube FKY.
Siniar kali ini membahas perjalanan Cik Lin dalam melestarikan kesenian jathilan bersama kelompok Rogo Joyo Suro di Wonosari, Gunungkidul, serta peran komunitas Garangan Squad dalam menghidupkan ruang kreatif lintas generasi. Percakapan ini akan menyingkap dinamika tradisi dan modernitas dalam pertunjukan jathilan, mulai dari nilai spiritual, ekspresi seni, hingga tantangan eksistensi di tengah gempuran budaya populer. Lebih jauh, diskusi ini juga menyoroti bagaimana jathilan dapat menjadi wadah kebersamaan, identitas lokal, sekaligus inspirasi bagi regenerasi seniman muda.
Narasumber:
Amrih Cipto Sudarmo (Sesepuh Garangan Squad)
Garangan Squad merupakan komunitas anak muda yang bergerak di bidang seni pertunjukan, khususnya jathilan, dengan semangat kolaborasi dan eksplorasi. Komunitas ini hadir untuk menghidupkan kembali tradisi dengan pendekatan segar, menghadirkan jathilan sebagai ruang ekspresi lintas generasi, serta menjadikannya bagian dari identitas budaya Gunungkidul yang dinamis.
Lina Susanti (Pelaku Dan Praktisi Seni Tradisi)
Lina Susanti atau akarab disapa Cik Lin adalah penggiat seni tradisi yang aktif melestarikan jathilan bersama kelompok Rogo Joyo Suro di Wonosari, Gunungkidul. Ia dikenal karena konsistensinya menjaga nilai-nilai spiritual, estetika, dan kebersamaan dalam setiap pertunjukan, sekaligus membuka ruang dialog agar jathilan tetap relevan dengan generasi muda masa kini.
Moderator :
Helena Buana
Siniar Episode ini mengulas dinamika dunia clothing di Gunungkidul melalui perspektif seorang pengusaha lokal yang berupaya membangun brand fashion dengan identitas khas daerah. Bersama ketua karang taruna, percakapan ini menyingkap bagaimana tren fashion tidak hanya berkaitan dengan gaya anak muda, tetapi juga erat dengan gerakan komunitas, ruang kreativitas, dan identitas budaya. Lebih jauh, siniar ini akan menyoroti potensi clothing lokal untuk menembus pasar yang lebih luas sekaligus menjadi medium ekspresi generasi muda Gunungkidul dalam memaknai kebersamaan dan kebanggaan daerahnya.
Narasumber:
Bayu Candra Saputra (Owner Rumah Langit Industees)
Bayu adalah wirausahawan muda asal Gunungkidul yang membangun brand clothing lokal Rumah Langit Industees. Ia berfokus pada pengembangan identitas visual yang dekat dengan generasi muda, sekaligus menjadikan clothing sebagai medium ekspresi kreatif dan peluang ekonomi lokal.
Septian Nurmansah (Ketua Karang Taruna Gunungkidul)
Septian aktif memimpin gerakan kepemudaan di Gunungkidul dan mendorong berbagai inisiatif sosial, budaya, serta ekonomi kreatif berbasis komunitas. Melalui perannya, ia turut menjembatani tren fashion dan budaya anak muda sebagai bagian dari penguatan identitas kolektif dan kebanggaan lokal.
Moderator:
Helena Buana
Siniar episode ini menyoroti perjalanan para peternak kambing Gunungkidul yang tidak hanya bergelut dengan tantangan usaha sehari-hari, tetapi juga berupaya meneguhkan eksistensinya melalui kontes kambing di Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 bertema Adoh Ratu, Cedhak Watu. Diskusi ini akan mengupas bagaimana kontes kambing bukan sekadar ajang adu kualitas ternak, melainkan juga ruang pertemuan tradisi, prestise sosial, dan strategi ekonomi kreatif pedesaan. Lebih jauh, siniar ini mengajak pendengar memahami betapa peternakan kambing dapat menjadi simbol ketekunan, kebanggaan lokal, sekaligus bagian dari lanskap kebudayaan Gunungkidul yang terus hidup dan bertransformasi
Alif Rusbani (Ketua Asosiasi Peternak Peranakan Etawa Gunungkidul – ASPPEG)
Alif Rusbani berperan penting dalam mengorganisir dan memperkuat jaringan peternak kambing Peranakan Etawa di Gunungkidul melalui kepemimpinannya di ASPPEG. Ia aktif mendorong kolaborasi antarpeternak dan pengembangan praktik beternak yang berkelanjutan.
Kuwatno (Peternak PE Kaligesing)
Kuwatno adalah seorang peternak kambing Peranakan Etawa khas Kaligesing. Pengalamannya di lapangan menghadirkan perspektif nyata tentang dinamika usaha peternakan—dari tantangan keseharian hingga kebanggaan ketika ternak mereka diakui dalam kontes maupun pasar.
Moderator:
Helena Buana
Siniar kali ini mengangkat topik kuliner melalui kisah Thiwul Yu Tum sebagai pengusaha kuliner tradisional yang berhasil mengangkat citra thiwul dari makanan sederhana pedesaan menjadi ikon kuliner Gunungkidul. Bersama food vlogger Wulan Lala, siniar ini akan mengupas bagaimana perspektif pelaku usaha dan pengulas kuliner saling bertemu dalam membangun narasi kelezatan, keaslian, sekaligus daya tarik thiwul dan hidangan khas Yogyakarta lainnya. Lebih jauh, siniar ini juga menyoroti bagaimana kuliner lokal bukan hanya sekadar makanan, melainkan juga medium identitas budaya, daya tarik wisata, serta inspirasi kreatif lintas generasi.
Narasumber:
Ratmi Ningsih (Owner “Thiwul Yu Tum”)
Yu Tum dikenal sebagai salah satu pengusaha kuliner legendaris di Gunungkidul yang berhasil mengangkat citra thiwul dari makanan pokok sederhana menjadi ikon kuliner daerah. Dengan konsistensi menjaga cita rasa dan kualitas, usahanya bukan hanya sekadar bisnis makanan, melainkan juga bentuk pelestarian tradisi kuliner lokal yang terus diminati lintas generasi.
Dina Wulan (Pebisnis dan Selebgram Kuliner)
Wulan Lala adalah food vlogger dan pebisnis kuliner yang aktif mengeksplorasi serta membagikan pengalaman kuliner khas Yogyakarta dan sekitarnya. Melalui konten-konten kreatifnya, ia menghadirkan perspektif segar tentang keunikan, cerita, dan daya tarik makanan lokal, sekaligus menjadi jembatan antara pelaku usaha kuliner dan penikmat makanan dari kalangan muda.
Moderator:
Helena Buana
MUSYAWARAH FKY - Adoh Ratu Cedhak Watu: MASIHKAH RELEVAN?
Musyawarah FKY merupakan forum reflektif yang menutup rangkaian program Rembug FKY. Melalui tema Adoh Ratu, Cedhak Watu, forum ini menjadi ruang bersama untuk menimbang ulang makna adat istiadat dan kebudayaan Yogyakarta hari ini, berangkat dari pengalaman masyarakat Gunungkidul.
Menghadirkan pengampu kebijakan, pelaku budaya, dan publik, sesi ini membuka percakapan kritis tentang relasi antara kuasa, tradisi, dan kehidupan sehari-hari. Musyawarah menjadi momentum untuk merumuskan pandangan bersama: bagaimana kebudayaan dapat terus hidup, kritis, dan berpihak pada masyarakat di tengah perubahan zaman.
Peserta Wedangan
- Joko Parwoto (Wakil Bupati Gunungkidul)
- Ida Mandalawangi (Laboratorium Desa Sedusun)
- Suroso (Penghayat Palang Putih)
- Ismu Ismoyo (Abdw Art Project)
- Kus Antoro (Seniman Dan Pengamat Agraria)
- Ida Rochmawati (Psikiater Dan Praktisi Kesehatan Mental)
- Farid Stevy (Seniman Dan Musisi)
- Wage Dhaksinarga (Lurah Karangasem, Paliyan, Dan Penggiat Ekologi)
Pemandu Wedangan
- BM. Anggana
- Ladija Triana Dewi
- Shohifur Ridhoi
- Adhi Pandoyo
YOGYAKARTA AND CULTURAL PRACTICE: RETHINKING INDIGENOUS KNOWLEDGE TODAY!
Moderator: Syafiatudina
COLABS-COLLECTIVE: TRACING RELATIONAL PRACTICE IN GUNUNGKIDUL
Moderator: BM. Anggana
AFTER NJATHIL YOU GARANG(AN)!
Host: Helena Buana
TRADISI RASULAN DALAM KASUNYATAN?
Moderator: Febi Setiyawati
BAGAIMANA KITA MEMETAKAN KETAHANAN AGRARIA DI GK?
Moderator: Adhi Pandoyo
JAGAD CLOTHINGAN LAN YOUTH CULTURE
Host: Helena Buana
WAHYU RATU TUMURUN ING RATU
Moderator: Latief S. Nugraha
DAYA SENI DARI DENYUT HIDUP: CATATAN PEKAN HUNIAN SENIMAN
Moderator: Juwita Wardah
KALA KAMBING RAYAKAN FKY, KMDMN?
Host: Helena Buana
NJO, RICE THIWUL DON'T SAOTO!
Host: Helena Buana
WEDANGAN GUNUNGKIDUL
