Lokasi

Lapangan Desa Logandeng
Plembon Kidul, Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen
Gunungkidul

Tanggal

11 - 18 Oktober 2025

Glosarium

Glosarium Telusur Tutur

Penghayat Kepercayaan Palang Putih Nusantara, Kapanewon Girisubo
Periset: Dewi Kencana (Karang Taruna Kapanewon Semanu)

Download Artikel

  1. abir : anyaman bambu berbentuk bulat besar dengan bagian tengah yang sedikit melengkung.
  2. adhi ari-ari : plasenta atau ari-ari yang keluar di akhir persalinan sehingga dimaknai sebagai adik sanga bayi.
  3. ambén : tempat tidur yang terbuat dari kayu dan bambu sebagai papannya (galar).
  4. ampok : bangunan kecil yang salah satu sisinya menempel bangunan utama, sedangkan pilarnya hanya berada di salah satu sisi lain.
  5. ancak suci : pangkal pohon resan.
  6. andha têbu wulung : tangga dari tebu berwarna hitam yang digunakan sebagai alat dalam prosesi têdhak sitén; tebu akronim dari antebing kalbu.
  7. anjab : rak berasal dari kayu yang berukuran besar.
  8. antêbing kalbu : kemantapan hati.
  9. astungkara : ungkapan rasa syukur atas apa yang terjadi.
  10. bacuk : cara memotong sesuatu dengan bagian pucuk celurit.
  11. badan wadag : tubuh atau badan secara fisik.
  12. balang-balangan gantal : prosesi dalam pernikahan penghayat Palang Putih Nusantara dengan saling melempar gantal antara pengantin pria dan wanita sebagai simbol menyatukan hati.
  13. batir/batur : teman (bermakna halus).
  14. bèda lumah lawan kurêp, ginigit padha rasane : ungkapan yang bermakna senang-sedih dirasakan bersama.
  15. bêsik : membersihkan lahan sebelum ditanami dari daun kering dan rerumputan.
  16. blandar : rangka atap yang memanjang di bagian bawah.
  17. blékêtèpè : anyaman dari daun kelapa tua yang dibentuk persegi panjang sekitar 60 x 75 cm dan dipasang di pintu masuk sebagai penanda adanya hajat pernikahan.
  18. bobok : tiang dari kayu untuk memagari pohon resan.
  19. bobok slorok : pagar untuk pohon resan.
  20. bodhag : anyaman dari bambu yang digunakan sebagai tempat padi dengan ukuran lebih kecil dari lumbung dan lebih besar dari jamblah.
  21. bokor : mangkuk besar yang digunakan dalam prosesi siraman untuk menampung air dari 7 sumber, kembang setaman, dan degan.
  22. bopongan : prosesi menggendong pengantin wanita dari upacara panggih menuju pelaminan.
  23. brakahan : beraneka macam tanaman yang ditanam dalam satu lahan.
  24. cancut tali wanda : gotong royong.
  25. canthêng : alat sejenis celurit yang digunakan untuk memotong rumput.
  26. cantrik : orang yang membantu juru kunci dalam proses.
  27. cèrè gancét : rumah kampung dengan 2 suwunan dan 3 baris saka guru, sementara di tengah-tenganya terdapat talang.
  28. cêthik gêni : menyalakan api untuk memasak.
  29. cokèkan : perangkat gamelan dengan ragam alat sederhana, terdiri dari kendhang, gender, rebab, siter, dan gambang.
  30. dhandhang : semacam cangkul dengan dua mata berbentuk gepeng dan runcing; untuk mencungkil batu.
  31. dhangir : membersihkan tanah di sekitar tanaman dari gulma.
  32. dhapur : menandakan peruntukan pusaka keris.
  33. dhapuran : rumpun tunas akar suatu tanaman.
  34. dhéngklék : hama yang menyerang di bawah ruas padi sehingga tanaman padi langsung patah.
  35. dhuplak : lubang kayu yang digunakan untuk menumbuk, biasanya ditemui sebagai bagian dari lesung.
  36. dicandra : penggambaran kondisi melalui kata-kata indah.
  37. diémpléngkè : membuka sedikit daun pintu, misal pintu rumah, jendela, lemari, dst.
  38. dlanggung prapatan : simpang empat.
  39. êmpu : segala macam piranti terbuat dari besi yang dalam proses pembuatannya disematkan doa sehingga dihormati.
  40. êndhog pangamun-amun : ungkapan yang bermakna tidak ada ujungnya layaknya fatamorgana.
  41. êndhog wukan : telur yang sudah dierami oleh induknya tetapi tidak berkembang menjadi ayam.
  42. galar : bambu yang dibelah menjadi bilah-bilah disusun, yang sering digunakan sebagai alas kasur atau tikar tempat tidur (amben).
  43. galur : rangka pintu yang menempel di kanan-kiri dinding.
  44. gantal : pinang dan kapur yang digulung dengan daun sirih kemudian diikat menggunakan lawe wenang.
  45. gék : dinding kayu yang hanya menutup setengah rumah.
  46. gênuk : gentong besar berasal dari tanah untuk menyimpan beras.
  47. gênuk pênggêndaringan : ungkapan bagi perempuan yang bermakna bisa memanajemen pangan dengan penuh pertimbangan.
  48. gêrusan : air santan yang diberi bumbu, tanpa ampas.
  49. grobog : tempat untuk menyimpan padi yang berbentuk kotak.
  50. gumbrêgan : selametan sebagai wujud syukur atas kondisi hewan ternak, baik raja kaya maupun iwén, sekaligus piranti beternak.
  51. icir : membuat lubang di tanah untuk ditanami biji tanaman.
  52. inêp : daun pintu.
  53. irig : anyaman dari bambu untuk menyaring pasir, tanah, batu gamping, dan sejenisnya.
  54. iwén : unggas seperti ayam, bebek, entok, dst.
  55. jaman ja mbêjuja : zaman dahulu kala.
  56. jamblah : anyaman dari bambu yang digunakan sebagai tempat padi, dengan ukuran lebih kecil dari bodhag dan lebih besar dari tenggok.
  57. janji prasêtya : janji kesetiaan yang diucapkan oleh pengantin kepada orang tua, saksi, dan sanak-saudara.
  58. jenang grèndul : jenang candil yang berasal dari tepung ketan atau ubi jalar berbentuk bulat dengan kuah campuran gula merah dan santan.
  59. jênang lêmu : jenang sumsum yang dibagikan kepada orang yang telah membantu hajatan (rewang) setelah sepasar pernikahan sebagai simbol pengembalian kekuatan/energi.
  60. jênang nama : jenang berwarna merah yang digunakan sebagai hidangan saat prosesi memberikan nama bayi sepasar setelah lahir.
  61. jênang pepak : jenang warna merah yang menyimbolkan ibu dan putih yang menyimbolkan ayah biasa digunakan sebagai sesaji saat kelahiran bayi.
  62. jênang procotan : jenang grendul dengan warna merah sebagai wujud syukur atas kelancaran prosesi kelahiran yang disajikan kepada tamu.
  63. kacu : sapu tangan.
  64. kain sindur : kain berwarna merah-putih yang digunakan untuk menuntun pengantin dari acara panggih menuju pelaminan. warna merah menyimbolkan ibu, sedangkan warna putih menyimbolkan ayah.
  65. kakang kawah : air ketuban yang keluar di awal persalinan sehingga dimaknai sebagai saudara tua sang bayi.
  66. kalo : anyaman bambu berbentuk bulat dengan bagian tengah yang sedikit melengkung, difungsikan untuk menyaring, misal menyaring santan.
  67. kawak : keadaan yang memiliki jangka historis yang panjang.
  68. kêcênthét : pertumbuhan yang kurang maksimal karena kekurangan air atau pupuk sehingga tanaman menjadi kerdil.
  69. kèjên : rangka atap rumah yang berbentuk segitiga.
  70. kêmbar mayang : rangkaian daun kelapa muda berbentuk menyerupai gunungan yang digunakan ketika prosesi pernikahan panggih manten.
  71. kênthêng : tambang dari ijuk yang dipasang di atas jalan masuk kampung ketika memasuki bulan Sura; simbol doa agar terhindar dari bahaya yang tidak kasat mata.
  72. kèpang : anyaman bambu tipis yang biasanya digunakan untuk menjemur gabah, jagung, dan hasil tani lainnya.
  73. kêrêng : tungku dari gerabah.
  74. kêris omyang : jimat pusaka untuk orang yang bekerja dalam ranah wicara publik.
  75. kêrpus : wuwungan yang sudah dimodifikasi dengan cor.
  76. kêrta aji : dinilai; dihargai.
  77. kêtêp : dinding kayu di atas gek yang menempel pada blandar.
  78. kêtiga nglangkang : kemarau panjang.
  79. klasa bangka : tikar pandan satu warna dan berukuran kecil.
  80. korog : wuwungan yang terbuat dari seng.
  81. kréwéng : pecahan suatu benda yang berasal dari tanah liat, misal: pecahan kendhi, kendhil, genteng, dst.
  82. labuh kapat : transisi dari musim kemarau menuju musim penghujan.
  83. lawè wênang : benang jahit berwarna putih.
  84. lêngis : cangkul berukuran kecil untuk mencangkul tanah.
  85. lintring : rumah bagian depan dengan rangka atap yang berdiri sendiri.
  86. luku : alat untuk menggemburkan tanah dengan tenaga sapi atau kerbau.
  87. lumbung : anyaman dari bambu yang digunakan sebagai tempat padi dengan ukuran paling besar.
  88. lumpang : kayu atau batu berceruk untuk menumbuk hingga lembut, biasanya ditemui sebagai bagian dari lesung.
  89. lurung : jalan lama yang berukuran kecil.
  90. mantra ningkah gaib : mantra pernikahan pada penghayat Palang Putih Nusantara yang diucapkan oleh masing-masing mempelai.
  91. marit : menanam biji padi di lahan untuk membuat benih.
  92. matun : membersihkan tanah di sekitar tanaman padi dari gulma.
  93. mbritan : pekarangan belakang rumah.
  94. mitoni/tingkêban : syukuran pada ibu dengan usia kehamilah 7 bulan karena janin dipastikan hidup dalam kandungan.
  95. molo : rangka kayu pada bagian atap yang memanjang di bagian puncak rumah.
  96. nas : hari yang dilarang untuk melaksanakan suatu hajat karena diyakini akan terjadi kesialan.
  97. nêloni : syukuran pada ibu dengan usia kehamilan 3 bulan karena akan punya momongan.
  98. ngani-ani : memanen padi Jawa.
  99. ngawu-awu : menyebar biji pada di lahan sebelum hujan.
  100. ngêsur tanah : prosesi pemakaman pada penghayat kepercayaan Palang Putih Nusantara.
  101. nggaru : memadatkan tanah setelah lahan ditebari biji dan terkena hujan.
  102. ngglèwang : waktu ketika matahari sudah mengarah ke barat; setelah ashar.
  103. ngglolo : menangis hingga berguling-guling.
  104. nglimani : syukuran pada ibu dengan usia kehamilan 5 bulan karena akan punya momongan.
  105. ngrémpéli : mengurangi dahan pohon dengan tangan kosong.
  106. ninggal pengèwa-èwa : meninggalkan kesan terakhir yang mendalam oleh orang yang hendak meninggal kepada keluarga yang ditinggalkan.
  107. ningkah : akronim dari hening kahana; prosesi saling mengucap janji pada masing-masing mempelai dalam pernikahan penghayat Palang Putih Nusantara.
  108. nontoni : proses memperjumpakan laki-laki dan perempuan melalui pertemuan pada sore hari antara orang tua dan anak laki-laki dengan bertamu di rumah orang tua dan anak perempuan. janji bertamu hanya diketahui para orang tua. anak perempuan diminta untuk menghidangkan teh untuk anak laki-laki beserta orang tuanya. sepulang dari bertamu, orang tua menanyakan pendapat anak laki-laki apabila anak perempuan yang ia jumpai tadi menjadi calon istri.
  109. nujah : menekan sesuatu dengan benda berat ke bawah.
  110. nunjang palang : jalan tanpa aturan.
  111. nyangan : menyangrai.
  112. nyêmpléhi : mengurangi dahan pohon dengan tangan kosong.
  113. nyosoh : memisahkan padi dengan kulitnya dengan cara ditumbuk di dalam lumpang.
  114. odhot : rumput sejenis kalanjana yang berukuran pendek dengan ruas yang tidak terlihat, biasanya digunakan untuk pakan kambing.
  115. oglangan : kondisi mati listrik.
  116. omah kampung : rumah kampung dengan satu suwunan dan ampok.
  117. paés : mengerik anak rambut untuk mempersiapkan tata rias rambut pada pengantin wanita.
  118. pangagêman Déwi Ratih : busana yang digunakan untuk pengantin wanita penghayat Palang Putih Nusantara.
  119. panggang pè : bangunan kecil dengan empat pilar, atap miring, dan tidak menempel dengan bangunan lain.
  120. panggih mantén : prosesi pernikahan pada penghayat Palang Putih Nusantara untuk mempertemukan pengantin setelah ningkah.
  121. pangruti laya : perawat jenazah.
  122. pari wulén : padi yang masih dengan gagangnya.
  123. pasang tarub : prosesi awal dalam hajat pernikahan dengan ditandai pemasangan bleketepe di pintu masuk.
  124. pasugatan : suguhan.
  125. pawon : tungku tradisional dari batu.
  126. pawuhan : tempat untuk membuang sampah.
  127. pêcah pamor : prosesi pernikahan pada penghayat Palang Putih Nusantara dengan mengoleskan telur ayam kampung utuh pada dahi pengantin pria dan wanita untuk kemudian diinjak oleh pengantin pria.
  128. pêcok : cara memotong sesuatu dengan bagian antara lengkungan hingga pangkal sabit.
  129. pemuka penghayat kepercayaan : sebagai saksi dan pencatat pernikahan pada kepercayaan Palang Putih Nusantara.
  130. Pengagêman Kamajaya : busana yang digunakan untuk pengantin pria penghayat Palang Putih Nusantara.
  131. pêngipat-ipat : pamali.
  132. pêningsêtan : prosesi penyematan cincin di jari manis tangan kiri sebagai simbol ikatan, termasuk untuk menyepakati waktu pernikahan.
  133. pêringgitan : rumah di antara dua limasan yang dapat digunakan untuk menggelar pertunjukan wayang; menunjukkan status sosial tinggi bagi pemilik rumah.
  134. péthék bélér : hama menyerupai siput kecil yang sulit dibasmi, bisa ditemukan pada semua tanaman.
  135. pithi : anyaman dari bambu berukuran kecil yang biasanya digunakan sebagai tempat makanan matang.
  136. punar : kuning. di dalam sesaji upacara punaran dikenal sega punar, yakni berupa nasi kuning.
  137. punaran : prosesi pernikahan pada penghayat Palang Putih Nusantara dengan memakan nasi kuning di malam midodareni.
  138. raja kaya : hewan ternak berkaki empat dan berbadan besar yang menghasilkan kekayaan, seperti sapi, kerbau, kambing, dan sejenisnya.
  139. rak-rakan : ubarampe sesaji ketika ngesur tanah yang terdiri dari pala kependhem (ubi, gembili, singkong, dst) sebagai simbol bahwa manusia akan kembali kepada bumi.
  140. rêdana : biaya.
  141. rênyêpan : gending serba halus.
  142. rudéh : tak acuh; bodo amat.
  143. sadhug : sapu tangan.
  144. sak godhag : jarak antara satu tiang rumah dengan tiang lain di sebelahnya.
  145. sanggar pamêlêngan : bangunan untuk bersemedi oleh penghayat Palang Putih Nusantara dengan ukuran sekitar 2x2 meter.
  146. sêkul suci : nasi yang ditanak dengan air santan atau nasih uduk.
  147. sêkul suci ulam sari : nasi uduk dan ayam ingkung.
  148. sêlapan : perhitungan waktu selama 35 hari.
  149. sêlapanan : prosesi selametan bagi bayi berusia 35 hari ditandai dengan pemotongan kuku dan rambut bayi untuk pertama kali.
  150. sepasar : perhitungan waktu selama lima hari.
  151. sêsaji bucalan : sesaji yang terdiri dari beras kuning, gêréh péthék, telur busuk, daging mentah yang diperuntukkan bagi hewan untuk menghalau hewan masuk ke area hajatan. sesaji ini diletakkan sebelum pasang tarub di 4 pojok pekarangan rumah, pawuhan, pawon tempat masak, dikubur di tanah bawah tarub, dan perempatan di dekat rumah.
  152. sinom : anak rambut.
  153. slorok : bagian dari pagar resan yang dirangkai memanjang horizontal.
  154. sosoh-sosohan : saling membantu untuk mengembangkan diri (konteks: belajar pada manusia).
  155. suwunan : rangka atap yang memanjang di bagian puncak.
  156. takir ponthang : daun pisang yang dibentuk kotak tanpa tutup, biasa digunakan sebagai tempat makanan atau sesaji.
  157. tampah : anyaman bambu berbentuk bulat dengan bagian tengah yang rata berukuran sedang.
  158. tarub : pintu utama masuk ke pelaminan.
  159. tebok : anyaman bambu berbentuk bulat dengan bagian tengah yang rata berukuran lebih kecil.
  160. têdhak sitén : prosesi selametan saat bayi pertama kali menginjak tanah atau berusia 7x selapan (sekitar 9 bulan) sebagai puncak daur hidup yang pertama.
  161. tènggok : anyaman multifungsi dari bambu yang digunakan sebagai tempat hasil tani, alat bertani, nasi, dan barang lain dengan ukuran lebih kecil dari jamblah dan lebih besar dari wakul.
  162. tinangsulan : diikat.
  163. tritisan : bagian pinggiran rumah.
  164. trubusan : tanaman yang berkembang biak dengan tunas.
  165. tumpêng pungkur : tumpeng untuk sesaji saat ada orang meninggal; tumpeng dibelah secara vertikal kemudian masing-masing dibalik 180 sehingga saling membelakangi.
  166. tutup keong : penutup bagian segitiga di rangka ujung depan/belakang atap rumah.
  167. ulam sari : ayam ingkung.
  168. urip tumimbal : kelahiran kembali suatu roh setelah meninggal sebagai akibat atas perilakunya di dunia.
  169. wakul : anyaman dari bambu yang biasanya digunakan sebagai tempat nasi.
  170. wingka : gerabah yang sudah rusak tetapi dimanfaatkan kembali untuk menyangrai dengan sisa-sisa bagiannya.
  171. wiwaha : resepsi pernikahan pada penghayat Palang Putih Nusantara.
  172. yan : anyaman bambu berbentuk persegi dengan bagian tengah yang sedikit melengkung.