Selamatlah Alam Semesta

Cak Nun selaku Dewan Syuro SAR DIY pernah berucap, “Bayangin, tidak dibayar tapi arek-arek iki gelem nulungin orang." Arek-arek yang dimaksud adalah sekelompok orang berseragam oranye yang kerap jadi ujung tombak kebencanaan. Mereka berasal dari beragam latar belakang pekerjaan: ada yang tukang ojek, pekerja serabutan, karyawan swasta, guru, dan pelajar/mahasiswa. Mayoritas dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Orientasi mereka tentulah karena cinta kasih pada sesama dan semesta, sebab kegiatan relawan SAR menyita waktu dan berisiko tinggi. 

Avignam Jagat Samagram, diartikan sebagai ‘Semoga Selamatlah Alam Semesta’, bukanlah sekadar slogan SAR, tetapi doa dan lelaku yang diamalkan oleh para relawan SAR. 

Belajar dari bencana Gempa Jogja 2006 dan erupsi Merapi 2010, warga Yogyakarta tanggap membekali diri untuk sigap menghadapi bencana. Secara organik, ratusan komunitas relawan tanggap bencana di DIY berjejaring dan menjalin sistem koordinasi yang solid.

Perekrutan relawan SAR berdasar pada kemauan untuk membantu orang lain serta semangat untuk mempelajari keterampilan pencarian dan penyelamatan, seperti pengetahuan medis dasar, menyelam, vertical rescue, dan survival gunung hutan. Wawasan tersebut dipelajari bersama agar cergas menolong saat terjadi bencana maupun musibah. Meski belum terampil, asal punya spirit srawung dan senang berkawan, siapa pun dengan latar belakang apa pun dapat terlibat dan belajar di SAR DIY. 

Berbeda dengan BASARNAS yang “plat merah” atau didanai pemerintah, lembaga SAR bergerak dan digerakkan oleh akar rumput. Biaya operasional SAR DIY berasal dari patungan anggota maupun sumbangan sukarela warga setempat. Semua aktivitas dilakukan tanpa pamrih di sela kesibukan belajar maupun bekerja.

Eko Agung Nugroho (37, pekerja lepas), Angelica Ayu Cinda Kusuma (16, pelajar), Sudiono alias Nano (45, pekerja serabutan), Kristiawan Purwanto (42, karyawan swasta), Muhamad alias Mamad (42, pekerja lepas), dan Om Jenggot (45, pedagang) adalah segelintir relawan SAR DIY yang berasosiasi karena kesamaan minat pada keterampilan water rescue. Meski masih belia dan belum resmi terdaftar sebagai anggota SAR DIY, Ayu telah mahir menyelam dan kerap diminta untuk melatih keterampilan renang para relawan SAR. Agung, meski lebih muda ketimbang Nono, Kris, Mamad, dan Om Jenggot, merupakan mentor bagi mereka semua. Rendah hati tampaknya menjadi karakteristik utama seorang relawan. 

Relawan SAR DIY menjadi garda depan bukan hanya saat bencana besar, tetapi juga diandalkan warga setempat saat terjadi insiden sekecil apa pun. Mereka menghadapi urusan, mulai dari kemalingan, perampokan, kecelakaan bermotor, kebakaran, warga hilang, evakuasi dan mitigasi kebencanaan, pemulasaran jenazah, hingga aktif terlibat dalam Tim Reaksi Cepat (TRC) Covid-19. 

“Jadi anggota SAR itu syaratnya cuma dua, ikhlas dan disenengi warga/tetangganya,” ungkap Zaki Jack, salah seorang anggota SAR DIY. Avignam Jagat Samagram–selamatlah alam semesta jika makhluk hidup serta tak hidup saling jaga.

Foto dan Teks: Amal Purnama

Asisten Fotografer: Risna Anggaresa

Narasumber: Eko Agung Nugroho, Sudiono, Kristiawan Purwanto, Angelica Ayu Cinda Kusuma, Muhamad, Om Jenggot, Zaki Jack, dan Bondan Neo

Cerita Lainnya