Angon-Angin

Dolanan Angin

Dolanan Angin bisa dipahami sebagai simbol dari kebebasan ekspresi yang mengalir seperti angin, baik dalam permainan musik maupun inovasi instrumennya. Akulturasi antara angklung tradisional dengan bahan modern seperti pipa paralon merupakan cerminan dari dinamika budaya yang bergerak bebas, seperti angin, melintasi batasan tradisi dan modernitas. Musik dolanan yang biasanya sederhana dan menghibur, dalam konteks ini, diperkaya dengan kehadiran instrumen yang berakar pada warisan tetapi terbang lebih tinggi dengan sentuhan inovasi. Judul ini juga bisa menggambarkan betapa fleksibelnya tradisi budaya dalam merespon perkembangan zaman–seperti angin yang bisa menyusup ke berbagai celah, tradisi dolanan angklung berbahan paralon membawa kekayaan budaya Jawa ke arah yang lebih segar dan relevan untuk generasi masa kini.

Angkling (Angklung Suling) adalah instrumen yang terbuat dari pipa PVC, dimainkan dengan cara menekan tabung-tabung angin menggunakan kedua tangan, dan dapat dimainkan baik dalam posisi duduk bersila maupun berdiri. Instrumen ini memiliki tujuh nada, dengan jumlah 14 pipa suling yang tersusun sejajar pada masing-masing tabung angin. Ketujuh nada tersebut mengacu pada laras pelog gamelan Jawa, dengan urutan interval nada/laras sebagai berikut: 1 = ji, 2 = ro, 3 = lu, 4 = pat, 5 = mo, 6 = 6, 7 = pi. 

Instrumen Angkling (Angklung Suling) memiliki keunikan yang mencirikan seluruh karya, dapat dimainkan pada wilayah nada rendah dan tinggi. Tekanan nada tabung angin dapat disesuaikan: jika dimainkan dengan kekuatan sedang, hasil suaranya akan berada pada wilayah rendah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Sebaliknya, jika tabung angin ditekan dengan tambahan tenaga atau dihentak, hasil suaranya akan mencapai wilayah oktaf tinggi. Dengan karakteristiknya yang dapat beradaptasi dengan variasi tekanan, Angkling memberikan fleksibilitas artistik yang memungkinkan pemainnya untuk menciptakan karya musik yang beragam dan unik.