Dari yang Mirip Permainan Congklak sampai Pipa PVC, Alat Musik Baru di Presentasi Publik Kompetisi Rakitswara FKY 2024

Senin, 14 Oktober 2024

Penulis: Dwi Khusnanto
Editor: Ahmad Sulton

Tema “Umpak Buka” FKY 2024 dalam praktiknya adalah mengaktivasi benda-benda masyarakat, termasuk mengembangkan benda-benda itu. Kompetisi Rakitswara menjadi wujud upaya FKY 2024 memperbarui sebuah benda. Rakitswara adalah program kompetisi FKY 2024 yang melombakan pembuatan instrumen musik baru hasil kolaborasi antara pengrajin alat musik dengan seniman rupa. Penilaian didasarkan pada 3 poin; alat musik cemangking yang mudah dimainkan, bersuara “merdu”, dan mempunyai bentuk serta kemasan pop.

Tiga karya terpilih nantinya akan menerima dukungan biaya produksi alat musik sebesar Rp. 9.000.000,00 dan dukungan biaya operasional Rp. 2.000.000,00. Lalu 1 karya terbaik akan mendapatkan RAKITSWARA Award dan membawa pulang hadiah sebesar Rp. 7.000.000,00. 

Kompetisi Rakitswara sudah berlangsung sejak 15 September 2024. Tahapan pertama adalah panggilan terbuka, peserta mengirimkan rancangan karya yang akan diseleksi. Tahap kedua, pengerjaan alat musik baru secara luring pada tanggal 7-8 Oktober diikuti oleh tiga kelompok terpilih yaitu, Bauhouse Consorsium (Yogyakarta), Saung Sirkulasi (Yogyakarta), dan Angon Angin (Surabaya). Tahap ketiga, Presentasi Publik Kompetisi Rakitswara oleh ketiga finalis.

MCC Tepi Sabin menjadi lokasi kegiatan Presentasi Publik Kompetisi Rakitswara. Dihadiri oleh tiga dewan juri di antaranya adalah, Gatot Danar Sulistiyanto (Rekambergerak), Cretta Cucu Abdullah (Seruni Audio), dan Arsita Pinandita.

Presentasi pertama diisi oleh Bauhouse Consorsium, beranggotakan Budi Prakosa & Faried Noor Siregar berasal dari Yogyakarta. Mereka menampilkan alat musik yang diberi nama Congkah Bunyinya, secara bentuk fisik serta cara memainkanya mirip dengan permainan tradisional Congklak. Pemain mengisikan biji magnet kedalam lobang alat musik, saat biji magnet ini bergesekan dengan lapisan pada lobang maka akan terdengar suatu bunyi unik.

Penampil kedua berasal dari Yogyakarta juga yakni Saung Sirkulasi beranggotakan Muh Abd Faiz Yusuf & Ihzan Mahendri. Mereka memberikan nama alat musiknya dengan Swaratuwuh (Swartuw), berbentuk alat musik akustik yang dapat dimainkan di mana saja dan kapan saja tidak memerlukan speaker untuk memainkannya.

Kelompok Angon-Angin menjadi penampil penutup sore itu. Beranggotakan Catur Fredy Wiyogo & Novy Rosandy dari Surabaya. Karya mereka diberi nama Angkling (angklung suling). Alat musik aerophone ini secara bentuk mirip sekali dengan angklung hanya saja menggunakan bahan bukan dari bambu melainkan pipa pvc. Menurut mereka di kota Surabaya cukup susah mencari bambu, sehingga harus disiasati mengeksplorasi material lainnya dengan karakter serupa.

MCC Tepi Sabin sore itu berubah menjadi laboratorium instrumen musik baru, dengan para penemu dan pengujinya. Tentunya, usaha memperbarui sebuah benda bukan sekedar asal jadi. Terdapat upaya ujicoba atas fungsi dan kebaruan sebelum “di-masyarakat-kan.” Dengan harapan siapapun yang menang, mendapat RAKITSWARA Award, membawa angin segar dari inovasi mereka.