Tesla Manaf "Panenswara" di Desa Clapar Kulon Progo
Oleh: Zam - Zama
Sorot lampu dengan pendar cahaya berwarna biru dan merah membuat pendopo di puncak perbukitan Dusun Clapar, Hargowilis, Kulon Progo, Jumat (29/09/2023) tampak berbeda. Selepas Azan Isak berkumandang, Pendopo Selodranan sudah mulai dipenuhi warga yang datang. Mereka berduyun-duyun mulai memadati pelataran pendopo yang tampak terang dengan pendar cahaya bulan purnama yang bulat sempurna di langit Clapar.
Saat Karawitan Trisula menabuh gamelan dengan gending Kemong-Kemong-nya, suasana malam itu semakin syahdu. Gending Kemong-Kemong sendiri adalah gending yang sering dibunyikan ketika Nawu Sendang, salah satu upacara adat untuk merawat sumber mata air di desa itu. Gending Ladrang Onde-Onde juga tidak luput untuk dibunyikan. Tabuhan gendang, bonang, kempul, gambang secara ritmis berdentang-dentang, menghasilkan irama yang cukup menentramkan. Dengan pencahayaan panggung yang remang, aura magis musik gamelan dapat memanggil masyarakat untuk segera mendekat ke padepokan.
Setelah penonton mulai ramai berdatangan, Karawitan Trisula turun dari panggung. Tepuk tangan membahana. Lampu-lampu dimatikan. Lilin-lilin di beberapa sudut mulai disulut. Para penonton semakin merapatkan barisan. Pentas Panenswara hendak dimulai, Tesla Manaf performer utama malam itu dengan berkaos hitam masuk ke panggung joglo dari belakang, diikuti personil Karawitan Trisula yang memakai beskap putih, jarik, dan lengkap dengan iketnya.
Tesla Manaf adalah seorang musisi eksperimental dari Bandung yang kerap menghasilkan album-album musik elektronik, dengan medium synthesizer analog dan instrumen kornet. Dalam hal ini, Ia diundang oleh panitia FKY 2023 secara khusus untuk menghasilkan karya musik untuk merespon tradisi Nawu Sendang yang berada di Desa Clapar. Selama lima hari ia bermukim di sana, mencari inspirasi untuk menciptakan musik bersama Karawitan Trisula. Sementara Karawitan Trisula sendiri adalah grup musik tradisional dari Clapar. Musik keduanya memang tampak cukup berbeda, tapi malam itu kolaborasi musik yang mereka hasilkan mampu menyihir penonton yang datang.
Dengan lampu yang berkelap-kelip, kadang sangat remang dalam rentang yang lama, lalu berganti warna menjadi merah, kolaborasi keduanya menampilkan Ayak Banyumasan, Caping Gunung, dan Babar Layar. Ketiganya dibabarkan secara berkelanjutan, tanpa jeda yang jelas, tapi memberikan dinamika ketegangan konflik yang berarti, seperti tahapan komplikasi, klimaks, dan resolusi dalam sebuah cerita sastra. Musik-musik mekanis khas nuansa Jawa dipadukan dengan musik elektronik eksperimental yang dibuat oleh Tesla Manaf, menghasilkan perpaduan musik yang cukup magis namun megah.
Malam itu, komposisi musik yang ditampilkan Tesla memang cukup asing di telinga masyarakat Clapar. Nuansa musik Tesla seperti berada di persimpangan antara alam nyata dan dunia legenda, memberikan nuansa-nuansa yang membawa penonton pada kisah-kisah yang menaungi Sendang Sumber Rejo dan Nawu Sendang.
Dengan alat-alat elektroniknya, Tesla menghiasi irama gamelan dengan bebunyian synth dalam berbagai warna dan intensitas. Tapi di antara semua irama ritmisnya, bunyi paling mencolok keluar dari instrumen kornet milik Tesla. Kornet itu melengking panjang, semacam suara animal mating call, yang saat dalam suasana yang gelap dan mendebarkan terdengar seperti lolongan bengis seekor hewan dari pedalaman hutan Jawa masa silam.
Kehadiran Tesla memang memberi warna baru dalam pertunjukan musik FKY tahun ini. Bagaimana tidak, Tesla yang selama ini dikenal sebagai salah satu musisi yang basis penciptaan karyanya di kota besar (Bandung), tiba-tiba diajak menciptakan karya musik di sebuah desa kecil di perbukitan Clapar yang aksesnya jauh dari kota.Dan hal ini menjadi pengalaman yang mengesankan bagi Tesla seperti disampaikan dalam sambutannya, dan tentu masyarakat yang menontonnya juga.
Pemilihan judul Panenswara juga bukan tanpa arti, Djenar Kidjing sebagai programer di pertunjukan musik FKY menyatakan bahwa program ini memang ia niatkan sebagai wujud merayakan berbagai macam suara yang terikat dengan tradisi masyarakat di sana. Melalui program residensi musik yang dilakukan oleh Tesla ia ingin merekam lalu mempresentasikan nilai-nilai tradisi yang berkaitan dengan pangan dalam suatu upacara adat dengan sebuah karya musik.
“Program ini kami namakan Panenswara. Karena sedang mencari upacara adat yang kaitannya dengan ketahanan pangan,” tutur Djenar Kidjing, selaku programmer Panenswara.
Tradisi Nawu Sendang dan Respon Musikal Tesla
Lokasi pentas presentasi karya Panenswara sebenarnya tidak jauh dari Sendang Sumber Rejo, sekitar 1 kilometer dari tempat di mana upacara adat Nawu Sendang tiap tahun diselenggarakan. Sendang Sumber Rejo memang menjadi tempat yang dikeramatkan dan dilindungi oleh warga dusun Clapar. Sendang Sumber Rejo mempunyai peran vital bagi kehidupan warga Clapar sebagai sumber mata air utama yang menopang kehidupan warga.
Tidak hanya itu, Sendang Sumber Rejo juga memiliki sejarah panjang yang telah diwariskan secara turun-temurun sehingga menjadi kepercayaan warga di sana. Mulanya keberadaan Sendang Sumber Rejo berkaitan dengan orang-orang Keraton yang lari dari kejaran kompeni Belanda. Dimas menuturkan ketua Karawitan Trisula, mereka akhirnya tiba di Clapar dan mereka merasa kekurangan air. Itu membuat mereka melakukan perjanjian dengan danyang untuk membuatkan mata air, disertai syarat-syarat tertentu.
“Salah satu syaratnya tiap 2 tahun harus melaksanakan Nawu Sendang dengan mengadakan tayub itu,” tutur Dimas.
(Sambutan, Tesla Manaf, Djenar Khijing, Ki Rusmadi dan Dimas setelah pentas selesai)
Nawu Sendang adalah sebentuk tasyakuran masyarakat Clapar atas anugerah berupa mata air yang melimpah. Nawu Sendang selalu dirayakan tiap tahun, dengan ditambah tari tayub pada setiap dua tahunnya. Walaupun Perusahaan Air Minum (PAM) sudah memasuki Clapar upacara Nawu Sendang tetap diselenggarakan. Memang secara perlahan masyarakat mulai tidak memanfaatkan Sendang Sumber Rejo lagi, kecuali beberapa warga saja yang tempat tinggalnya cukup dekat. Bahkan, di masa musim kemarau macam sekarang, ketika warga Clapar banyak mengeluhkan susahnya mengakses air, sementara ketergantungan mereka pada Sumber Rejo sudah makin berkurang, Nawu Sendang tetap dilaksanakan.
Singkatnya, PAM boleh saja mengubah pola ketergantungan masyarakat pada Sendang Sumber Rejo, tapi tidak dengan penghormatan mereka terhadapnya. Kompleksitas sosio-historis Nawu Sendang inilah yang menjadi inspirasi Tesla Manaf dan Karawitan Trisula dalam berkolaborasi menciptakan karya musik.
Komposisi Panenswara memang terkesan penuh improvisasi dan intuitif, apalagi Tesla memang dikenal sebagai musisi eksperimental, tapi tampaknya dalam waktu lima hari di Clapar Tesla bersungguh-sungguh ikut terlibat secara emosional dengan masyarakat di sana untuk menciptakan komposisi musik yang ia dambakan.
“Tentu banyak sekali (yang mendorong saya untuk membuat karya musik ini). Salah satunya dari keluhan warga tentang air, keluhan warga tentang lingkungan sekitar atau lingkungan pusat…. Jadi buat saya sebenarnya yang mendorong itu curhatan-curhatan dari warga, bukan dari nada, bukan dari musik apapun. Tapi curhatan-curhatan dari warga saya terjemahkan ke dalam musik,” tutur Tesla.
KI Rusmadi pemilik Padepokan Selodranan menyatakan bahwa kedatangan FKY dengan Tesla Manaf di Desa Clapar memang tidak terbayangkan sebelumnya. Seumur-umur ia menjadi warga Clapar hingga menginjak usia 60 tahun baru kali ini ada pertunjukan FKY masuk desa membawa musik yang seperti ini.
“Luar biasa, saya sebagai pamomong bocah-bocah merasa punya nuansa baru. Saya mendengarkan karawitan yang seperti biasa saja, (tetapi) setelah kerja sama dengan Mas Tesla, (musik ini) bisa membawa ke dunia lain,” ujar Ki Rusmadi, yang juga pembina Karawitan Trisula, sehabis pentas digelar. “Jadi betapa adiluhungnya gamelan kita, betapa luhurnya nenek moyang bangsa kita yang telah menciptakan musik seperti ini”.
Dimas salah satu penonton saat pentas kolaborasi Panenswara menyatakan karya musik yang ditampilkan Tesla dan Karwitan Trisula baginya sukses mengantarkan cerita. Mungkin secara tersurat itu tidak muncul dalam musiknya, tapi ia merasa mood atau nuansanya itu benar-benar dapat dirasakan.
“Ketika mendengarkan (lagu) ini, saya bisa membayangkan, ‘oh mungkin ini itu peristiwanya seperti ini, peristiwanya seperti ini’. Jadi urutan adegannya itu sesuai nuansa yang diceritakan,” tutur Dimas setelah pentas usai. “Tapi ini penangkapan saya. Mungkin Tesla berbeda. Ada perjalanan perasaan dari sedih ke syahdu dengan adanya sendang”.
Ketika pementasan Panenswara usai digelar, lampu-lampu kembali dinyalakan. Tesla bersama personil Karawitan Trisula berdiri, tersenyum lepas menyambut tepuk tangan yang bergaung panjang di langit Clapar. Pertunjukan yang mengesankan dengan sebuah latar kisah tentang upacara adat Nawu Sendang baru saja dituturkan secara musikal.Ditutup dengan pertunjukan Jathilan Kudho Budoyo, malam itu membuat Desa Clapar tampak mengukir cerita baru bagaimana FKY 2023 hadir meninggalkan kesan mendalam bagi warga di sana.