Kompromi di Bantaran Kali


Wilayah D.I. Yogyakarta, yang membentang dari puncak Merapi hingga pesisir selatan, diapit oleh Sungai Progo di sebelah barat dan Sungai Opak di sebelah timurnya. Di wilayah Kota Yogyakarta, tiga bengawan menyibak permukiman padat penduduk: Kali Winongo di sisi barat, Kali Code di kawasan sentral, dan Kali Gajah Wong di sisi timur. Kondisi geografis Yogyakarta yang memiliki banyak sungai beriringan dengan faktor ketimpangan sosial ekonomi atas kepemilikan lahan, menjadikan sungai sebagai salah satu pilihan tempat tinggal dan sumber penghidupan.

Keberadaan permukiman di bantaran sungai mengalami dinamika terkait dengan topografi lingkungan. Perilaku alami sungai adalah bergerak dan meluap. Sungai perlu ruang gerak dan area resapan saat debit air tinggi. Ketika koloni manusia bermukim di bantaran, karakteristik alami sungai diintervensi untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Tidak seperti permukiman tepi sungai di wilayah luar Jawa yang menghuni rumah panggung sebagai bentuk adaptasi untuk hidup di kawasan batang air, permukiman bantaran kali di Kota Yogyakarta dipadati oleh bangunan beton. Untuk menghadapi banjir, sempadan sungai dibeton dan fasad hunian diakali supaya luapan sungai dapat dikendalikan.

Pemerintah Kota Yogyakarta telah menetapkan tema besar untuk program penataan ulang kawasan permukiman tepi sungai, yaitu waterfront area di Sungai Winongo, integrated eco tourism di Sungai Gajah Wong, dan riverside pedestrian di Sungai Code. Beberapa agenda program di antaranya adalah perubahan arah hadap rumah ke sungai, pembuatan jalan setapak di depan dan di atas tebing sungai, pembuatan saluran air bersih, dan penelitian kelayakan air sumur sebagai konsumsi sehari-hari.

Pelebaran jalan dilakukan sepanjang bantaran sungai guna menambah ruang akses masyarakat dan sebagai bentuk mitigasi bencana, seperti banjir dan kebakaran. Pemagaran tebing sungai, jalur tangga berundak dan besi pegangan bagi lansia dibangun guna menjamin keselamatan di area dengan kontur lembah. Kini siapa pun dapat bersantai, bermain, dan beraktivitas dengan nyaman di area-area tersebut.

Di kampung kota bantaran kali, cara hidup warga sudah pasti berkompromi dengan kondisi lingkungan. Ruang publik terselip di depan jendela rumah. Ruang usaha menyatu dengan jalan umum. Kamar mandi komunal dan tandon air kerap dijumpai di pengkolan gang. Ruang parkir kendaraan pribadi dan kandang unggas dikondisikan sesuai ketersediaan lahan. Bantaran kali jarang sepi pemancing. Air yang mengalir setiap waktu dimanfaatkan beberapa warga untuk memasang keramba ikan. Bahkan, area terbengkalai di kampung Badran dapat dimanfaatkan untuk arena olahraga, seperti yang dilakukan oleh komunitas parkur Sedtmen Punxkour.

Terbatasnya lahan tidak menyurutkan semangat warga untuk berusaha mandiri pangan. Dinda (25) dari Kampung Jogoyudan memanfaatkan sepetak lahan di depan rumahnya untuk berkebun. Sekelompok perempuan (@kebunkalicode) di Kampung Ledok Tukangan berhasil menyulap lahan pinggir kali menjadi kebun permaculture sekaligus ruang berkumpul

Permukiman bantaran kali di Kota Yogyakarta mengadopsi semangat komunal perkampungan– warga saling berbaur dan melengkapi. Anak-anak dapat bermain di alam terbuka, bersepeda melaju di tanjakan serta turunan, maupun bermain bola di ruang sempit. Lapangan olahraga hampir selalu ada di tengah perkampungan. Warga pun giat melakukan merti kali untuk menjaga kebersihan sungai. Warga yang tergabung dalam Forsidas (Forum Komunitas Daerah Aliran Sungai Gajah Wong) aktif melakukan upaya penataan dan pelestarian daerah aliran sungai Gajah Wong. Lansia yang tinggal sendirian, seperti Mbah Gun (85) di Kampung Ratmakan, dirawat dan diperhatikan oleh warga sekitar. 

Permukiman tepi sungai adalah bagian pembentuk kota yang memiliki karakteristik unik dan penuh warna. Warga yang sering berinteraksi dengan sungai pasti menyimpan kisah tentang kali, baik dari sisi historis, dinamika sosiokultural, hingga perubahan lingkungan. Dari kisah dan pengetahuan itulah bagaimana seharusnya pembangunan direncanakan.

Foto dan teks: Amal Purnama

Asisten fotografer: Risna Anggaresa

Cerita Lainnya