Kanjeng Kyai Lukmanulyaqin al-Luthi Hamengkunegaran III/V

Yosep Arizal
Kanjeng Kyai Lukmanulyaqin al-Luthi Hamengkunegaran III/V

Pensil Warna, Cat Akrilik, dan Cat Minyak pada Kulit Kambing
69 x 144 cm
2019

Karya ini menjadi salah satu buah dari kepenasaran sang seniman tentang Hukum Jima’, baik dari Primbon Mujabarat maupun Serat Centhini, yang menjadi referensi pijakan karyanya di Biennale Jogja 2019. Yosep dihadapkan dengan permasalahan male-gaze dalam karyanya. Hukum Jima’ yang menjadi pijakan karyanya ditulis oleh seorang kyai (Primbon Mujabarat) ataupun pujangga (Serat Centhini) laki-laki, yang berusaha melihat dan menerka-nerka tentang bagian tubuh perempuan. Hal tersebut diperparah lagi ketika Yosep yang mencoba “mengolah” ulang kasus tersebut juga seorang laki-laki.
Permasalahan male-gaze memancingnya untuk mengimajinasikan tentang bagaimana laki-laki memandang tubuh sesamanya secara seksual. Dia berusaha mengulik lebih dalam dengan “menanyai” beberapa laki-laki yang memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama jenis. Ia mendapatkan jawaban tentang mana bagian tubuh laki-laki yang menurut mereka menarik secara seksual dan sebaliknya, bagian mana dari tubuh mereka sendiri yang harus menerima “perlakuan seksual khusus” guna mencapai suatu keterangsangan.
Sang seniman membayangkan pertemuan antara poin-poin dalam Hukum Jima’ dan homoseksualitas dalam kebudayaan Jawa. Misalnya, beberapa kali disinggung di dalam Serat Centhini sebagai “fantasi” dari oknum-oknum di belakangnya.

Tentang Seniman


Yosep Arizal (Lumajang, 1991) adalah seniman yang bekerja dan berdomisili di Yogyakarta. Yosep lulus dari Kajian Seni Rupa Murni, Program Studi Seni Rupa Murni, FSR ISI Yogyakarta. Dia sempat bekerja di perusahaan mode kontemporer, Kokon To Zai, yang akhirnya banyak memengaruhi perspektifnya dalam melihat material berkarya seni. Proyek seninya kerap mengangkat narasi-narasi tabu yang bersumber pada teks maupun cerita dari masa lampau. Ia pernah mengikuti beberapa pameran, seperti Study Club: Jogja Biennale XV (Jogja National Museum, 2019) dan Clothing As A State of Power (Cemeti Institute, 2020).
Pameran Lainnya